Wara Warta

menulis berdasarkan pendapat pengalaman dan refrensi

KAMI PUNYA BANYAK DATABASE CARI ATAU BACA ARTIKEL YANG LAINYA

Kamis, 02 Mei 2013

globalisasi di bidang politik indonesia

Dampak Globalisasi dalam bidang Politik
Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses pembangunan. Para pengambil kebijakan publik di negara sedang berkembang mengambil jalan pembangunan untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi. Timbulnya gelombang demokratisasi ( dambaan akan kebebasan ).

I. Globalisasi Politik
Analisis Daniel Bell (1995) mengenai globalisasi dalam pengantar bab V buku globalization, cukup menarik, bahwa negara menjadi sangat kecil untuk masalah kehidupan yang besar, dan terlalu besar untuk masalah kehidupan yang kecil. Atau Ayu Utami (2001) mengungkapkan dalam Larung bahwa …
Malcolm (1995) menungkapkan bahwa ada lima ide dasar mengenai globalisasi. Ide-ide tersebut adalah kedaulatan negara, proses penyelesaian masalah, organisasi internasional, hubungan internasional dan budaya politik. Kelima ide tersebut berhubungan dengan dimensi material pada suatu peningkatan dan saling berhubungan diantara unit-unit ekonomi yang terpisah dari masyarakat.

Kedaulatan negara merupakan ide dari proses transformasi bentuk negara di dunia. Ide ini dimulai dari tingkatan non politik, hubungan antar masyarakat sampai kebutuhan untuk mengeksiskan sumberdaya di sebuah negara dan kemungkinan pergantian konsep pemerintahan. Peningkatan hubungan ekonomi dan kebudayaan antar negara mengurangi kekuasaan dan keaktifan pemerintah pada tingkat negara-bangsa dan pemerintahan. Sehingga pemerintah tidak dapat lagi menghegemoni pemikiran dan bentuk-bentuk perekonomian pada wilayahnya. Akhirnya instrumen-instrumen yang telah dibangun pemerintah menjadi tidak efektif.

Kekuatan demokrasi (yang dipahami sebagai kekuatan massa) memakai media partai sebagai corong pembelaan ideologinya. Partai sendiri mencoba untuk mengatur kesejahteraan anggota partainya masing-masing. Untuk itu perlu stabilitas politik yang mantap.

 Konsep stabilitas politik yang mantap, bukan hanya trade mark penganut Rostowian, fenomena negara-negara komunis pun menunjukkan hal yang serupa. Sebagai langkah taktis maka negara telah membuat beberapa kerangka kebijakan. Kebijakan tersebut dijabarkan oleh Waters (1995) menjadi pertama pembangunan kapasitas negara itu sendiri, sehingga pemberdayaan swasta menjadi sektor yang penting.

Di titik ini negara hanya berperan untuk mancerdaskan masyarakatnya dengan melakukan pendidikan politik. Kedua tempat atau kekuasaan negara menjadi tersembunyi dibalik kekuasaan para birokrat. Ketiga intervensi dari negara cenderung merusak kestabilan dan mekanisme pasar. Keempat negara tidak mampu lagi memberikan kemanan seperti terorisme, sindikat obat-obatan, AIDS dan lingkungan. Kelima Dengan persekutuan internasional, negara menjadi lebih berbahaya dari keamanan. Hal ini membagi dunia kepada permusuhan dimana komitmen pengadaan teknologi militer mempunyai satu tujuan.

Globalisasi politik ini menjadikan negara mengalami disetisasi atau pelemahan negara. Kelompok pendukung negara mulai melokal. Komunitas perdagangan menjadi mengecil dan digantikan oleh kepentingan lokal dan menjadi inisiatif warga negara.
Akibat globalisasi, ada beberapa masalah yang dulu dianggap lokal menjadi masalah global. Isu masalah ini sangat sensitif dan krusial, sehingga sering kali mengundang intervensi dari suatu negara ke negara lain. Padahal setiap negara mempunyai hak yang absolut untuk menentukan otonomi dari suatu negara.

Masalah hak-hak manusia (atau disebut dengan etatocentric) akan membawa dan mengangkat kemampuan manusia untuk melawan kedaulatan negara. Pelembagaan etatosentrik dari legal secara politik sampai kepada ekonomi telah memberikan kesempatan kepada porsi nilai-nilai kemanusiaan dalam pembangunan. Dalam posisi ini negara harus tunduk kepada beberapa konvensi hak asasi manusia dan beberapa turunannya dalam konvensi hak PBB. Implikasinya, sebuah negara harus bersikap demokratis dan siap untuk merubah beberapa kebijakan yang melanggar etatosentrik.

Internasionalisasi etatosentrik lebih cenderung mengambarkan keberpihakan politik negara maju kepada negara dunia ketiga.Isu lingkungan hidup menggambarkan kecemasan dunia barat terhadap ‘perilaku’ negara dunia ketiga dalam mengeksplorasi sumber dayanya. Pemanasan global, polusi, efek rumah kaca dan kelangkaan flora fauna dijadikan komoditas politik negara maju dalam mengatur kebijakan politik dan ekonomi negara dunia ketiga. Sebuah bantuan (baca : hutang) luar negeri negara dunia ketiga, acap kali dibumbui proposal lingkungan hidup (termasuk demokratisasi tentunya) dengan versi negara investor. Standarisasi ini menjadikan negara dunia ketiga menjadi tidak independen dalam menentukan sikap politik negara masing-masing.

buku tentang globalisasi di bidang politik 


a.      Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo
Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)
Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme.
Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis.
b.      Politik Konfrontasi Malaysia
Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo.
Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut.
  Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
  Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris.
  Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia.
c.       Politik Mercusuar
Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo.

Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing.
Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

d.      Politik Gerakan Non-Blok
Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD 1945 baik dalam skala nasional dan internasional.
Besarnya kekuasaan Presiden dalam Pelaksanaan demokrasi terpimpin tampak dengan:

  • Pengangkatan Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
  • Pidato presiden yang berjudul ”Penemuan Kembali Revolusi Kita” pada tanggal 17 Agustus 1959 yang dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol) ditetapkan sebagai GBHN atas usul DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959.
  • Inti Manipol adalah USDEK (Undang-undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia). Sehingga lebih dikenal dengan MANIPOL USDEK.
  •  Pengangkatan Ir. Soekarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi yang berarti sebagai presiden seumur hidup.
  • Pidato presiden yang berjudul ”Berdiri di atas Kaki Sendiri” sebagai pedoman revolusi dan politik luar negeri.
  •  Presiden berusaha menciptakan kondisi persaingan di antara angkatan, persaingan di antara TNI dengan Parpol.
  •   Presiden mengambil alih pemimpin tertinggi Angkatan Bersenjata dengan di bentuk Komandan Operasi Tertinggi (KOTI)

Keberhasilan pembangunan politik semakin memantapkan tatanan kehidupan politik dan kenegaraan yang berdasarkan demokrasi pancasila, memantapkan perkembangan organisasi sosial politik dan kemasyarakatan serta mendorong peningkatan kesadaran berpolitik ralyat. Namun pendidikan politik pun harus lebih ditingkatkan agar rakyat semakin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara.
PLEASE SUBSCRIBE GAN CHANNEL KAMI.!!!

thanks if u comments

Back To Top