Wara Warta

menulis berdasarkan pendapat pengalaman dan refrensi

KAMI PUNYA BANYAK DATABASE CARI ATAU BACA ARTIKEL YANG LAINYA

Selasa, 11 Juni 2013

PENGERTIAN BID’AH MACAM-MACAM BID’AH DAN HUKUM-HUKUMNYA

PENGERTIAN BID’AH
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.
Badiiu’ as-samaawaati wal ardli
“Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah.
Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli
“Artinya : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf : 9].

Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.
Bid'ah ( Bahasa Arab : بدعة) mengacu pada inovasi di Islam . Bahasa istilah berarti "inovasi, kebaruan, doktrin sesat, bid'ah". [1] Berbeda dengan istilah bahasa Inggris "inovasi", dalam bahasa Arab, yang bid'ah kata umumnya membawa konotasi negatif, namun juga dapat memiliki implikasi positif. Ini juga telah digunakan dalam literatur bahasa Arab klasik ( adab ) sebagai bentuk pujian untuk komposisi yang luar biasa dari prosa dan puisi. [2]

Meskipun inovasi dalam hal-hal duniawi, seperti ilmu pengetahuan, kedokteran dan teknologi umumnya diterima dan menyemangati, bid'ah dalam agama umumnya dianggap sebagai dosa.

Menurut Syiah
Menurut Syiah definisi bid'ah adalah segala sesuatu yang diperkenalkan kepada Islam sebagai baik menjadi fardhu , Sunnat hukumnya , makruh atau haram yang bertentangan dengan Al-Qur'an atau hadits. Setiap praktek yang baik baru diperkenalkan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an atau hadits diperbolehkan. Namun, tidak diperbolehkan untuk mengatakan bahwa praktik yang baik baru (yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an atau hadits) adalah wajib, sangat dianjurkan atau "sunnah" yang tepat. Oleh karena itu, Shi `sikap yang mencerminkan tubuh ulama Sunni yang mengusulkan gagasan" bid'ah hasana ". Sebagai aturan umum di Syiah yurisprudensi, apa pun diperbolehkan kecuali apa saja yang dilarang melalui wahyu ilahi (yaitu Al-Qur'an atau hadits). [26]

Nasehat

Saudaraku para penuntut ilmu yang Sunni Salafi. Ketahuilah, wajib bagi kamu untuk mendapatkan ilmu syari’at ini dari Al Kitab (Al Qur’an) dan As Sunnah yang shahihah dan dari karya-karya ‘Ulama Salafus Shalih, karena di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Dan berhati-hatilah kamu, jangan sampai kamu menerima ilmu ini dari Ahlul Bid’ah. Jadi, janganlah kamu mengambil ilmu ini dari kaum Rafidlah (Syi’ah), atau Khawarij, Quburi (yang mengkeramatkan kuburan), Hizbi (fanatik terhadap kelompok dan golongannya dengan cara yang tidak syar’i), atau Sururi.

Dan Muhammad bin Sirrin pernah menyatakan : “Ilmu ini adalah agama, oleh karena itu, perhatikanlah oleh kalian dari siapa kalian mendapatkan agama ini.” (Mukadimah Shahih Muslim)

Sufyan Ats Tsauri pernah mengatakan : “Barangsiapa yang mendengar (uraian) dari Ahlul Bid’ah, maka Allah tidak akan memberinya manfaat tentang apa yang didengarnya itu.” (Al Kifayah. Al Khatib Al Baghdadi)

Semoga Allah memberi taufiq kepada kami dan kepada kamu untuk mengikuti dan meneladani Salafus Shalih.

Nukilan ‘Abdullah bin Ahmad dari Ayahnya (Imam Ahmad bin Hanbal) dari Al ‘Ilal (1/108)

‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan :

[ Saya mendengar ayah berkata : Salam bin Abi Muthi’ adalah orang yang tsiqah (terpecaya). Telah bercerita kepada kami Ibnu Mahdi darinya, (kemudian ayah berkata) : Abu ‘Awanah pernah menulis kitab yang berisi kejelekan dan ‘aib para Shahabat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dan juga bencana dan fitnah-fitnah. Lalu datanglah Salam bin Abi Muthi’ dan berkata : Wahai Abu ‘Awanah. Berikan kitab itu kepadaku. Maka Abu ‘Awanah memberikan kitab itu kemudian diterima oleh Salam lantas dibakarnya.

Ayahku berkata : Salam itu adalah salah seorang shahabat Ayyub dan ia seorang yang shalih. ]

Fatwa ‘Ulama Ahlus Sunnah Di Zaman Ini

Syaikh Muhammad bin ‘Abdurrahman Al Maghrawi dalam Al ‘Aqidah As Salafiyah (halaman 33-49) menyatakan :

“Para ‘Ulama Ahlus Sunnah di Kordoba menyatakan bolehnya membakar (memusnahkan) kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya Imam Al Ghazali. Para pelajar (penuntut ilmu) dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Kordoba menamakan kitab tersebut dengan Imatatu ‘Ulumuddin (Mematikan Ilmu-Ilmu Agama).”

“Penyusun kitab Al ‘Aqidah As Salafiyah telah menghimpun beberapa sebab hakiki mengapa kitab Ihya’ ‘Ulumuddin harus dimusnahkan, kata beliau :

Pertama : Kitab ini penuh dengan kebohongan atas nama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, Shahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Kedua : Kitab ini merupakan penyebab utama timbulnya bid’ah yang tersebar di kalangan sufi dan yang lainnya.

Ketiga : Di dalam kitab ini banyak terdapat bencana yang mengerikan dan kesesatan dalam ‘aqidah.

Keempat : Persaksian para ‘Ulama Al Kitab dan As Sunnah tentang Ihya’ ‘Ulumuddin, bahwa sesungguhnya kitab ini adalah kitab sesat, wajib dibakar dan dijauhkan dari kaum Muslimin agar mereka tidak tersesat oleh kesesatan yang ada di dalamnya.”

Syaikh Hamud At Tuwaijiri rahimahullah mengatakan (Al Qaulul Baligh halaman 91)

[ Semoga Allah merahmati Imam Muhammad bin Ismai’il Ash Shan’ani karena menyatakan pujian terhadap Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdul Wahhab dalam bentuk sya’ir :

Telah mereka bakar dengan sengaja

Kumpulan bukti-bukti yang mereka dapatkan di dalamnya terdapat bukti-bukti yang terlalu tinggi untuk dihitung

Melampaui batas yang dilarang dan kedustaan yang terang-terangan, tinggalkanlah jika kau ingin mengikuti petunjuk

Ucapan-ucapan yang tidak pantas disandarkan kepada seorang yang berilmu yang tidak bernilai sepeserpun dibanding dengan uang tunai

Orang-orang bodoh tersebut menjadikannya sebagai dzikir yang memberikan mudlarat

Mereka memandang lenyapnya bukti-bukti tersebut lebih suci daripada pujian

Sungguh sangat membahagiakanku apa yang datang kepadaku dari jalan beliau ]

Beberapa Catatan Penting

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan (Al Fatawa 4/155) :

“Syi’ar Ahlul Bid’ah itu adalah meninggalkan ittiba’ (mengikuti) terhadap Salafus Shalih.”

Beliau juga mengatakan : “Tidak ada celanya orang-orang yang menampakkan madzhab Salafus Shalih dan menisbatkan (menasabkan diri) kepada mereka atau menggabungkan diri kepada mereka, bahkan wajib untuk menerima semua itu berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin, karena sesungguhnya madzhab Salafus Shalih itu tidak lain adalah yang haq (yang benar).” (Ibid 4/129)

Fatwa Syaikh Shalih Fauzan

Syaikh ditanya : “Bagaimana pendapat yang haq (benar) tentang orang yang membaca buku-buku bid’ah dan mendengar kaset-kaset ceramah mereka (Ahlul Bid’ah)?”

Beliau mengatakan : ”Tidak boleh membaca buku-buku bid’ah, mendengar kaset-kaset mereka kecuali orang-orang yang ingin membantah dan menerangkan kesesatan mereka kepada ummat.” (Al Ajwibah Al Mufidah halaman 70)

Fatwa Muhaddits Negeri Yaman, Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah

Tentang bolehnya membakar kitab Al Khuthuth Al ‘Aridlah ‘Abdur Razzaq As Sayaji ini, Syaikh mengatakan (dalam kaset Min Wara’i At Tafjirat fi Ardlil Haramain) beberapa fatwa tentang kitab ini, di antaranya boleh membakar kitab ini (yakni kitab Khuthuth Al ‘Aridlah). Dan Syaikh juga mengingatkan agar kita berhati-hati dari Majalah As Sunnah yang diterbitkan oleh Muhammad As Surur. Beliau menyebutkan bahwa majalah ini lebih pantas dinamakan dengan Majalah Al Bid’ah.

Saya katakan bahwa perkara ini memang seperti yang dikatakan oleh Syaikh. Karena sesungguhnya Majalah As Sunnah itu membawa fitnah dan bencana yang di dalamnya terdapat tikaman (cercaan, caci maki, dan sebagainya) terhadap ‘Ulama Ahlus Sunnah dan Ahlul Hadits yang semua itu –ditampilkan mereka seakan-akan– bernaung di bawah bendera Sunnah dengan kalimat yang haq tapi –sebenarnya– yang dimaukan mereka adalah kebathilan. Dan majalah ini –dengan berbagai dalil yang mereka keluarkan– justeru menyimpang jauh dari As Sunnah dan Manhaj Salafus Shalih. Seandainya mereka memang –sungguh-sungguh– mengajak ummat untuk kembali berpegang dan mengamalkan Sunnah dengan benar, maka salah satu ciri da’i yang mengajak kepada (pengamalan) As Sunnah itu adalah mencintai Ahlus Sunnah dan para ‘Ulamanya.

Abu ‘Utsman Isma’il Ash Shabuni mengatakan dalam ‘Aqidah Salaf (halaman 118) –menukil dari Abu Hatim Ar Razi rahimahumallahu– :

“Tanda-tanda (ciri-ciri) Ahlul Bid’ah adalah cercaan mereka terhadap Ahlul Atsar (Ahlul Hadits).”

Imam Ahmad bin Sinan rahimahullah mengatakan :

“Tidak ada satupun Ahlul Bid’ah di dunia ini melainkan ia pasti membenci Ahlul Hadits. Dan jika seseorang berbuat satu saja kebid’ahan, niscaya tercabutlah manisnya hadits Rasulullah dari dalam hatinya.” (Ibid halaman 116)

Fatwa Syaikh Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili

Beliau mengatakan (Mauqif Ahlis Sunnah 2/630) –tentang hukuman terhadap Ahlul Bid’ah– : “Dengan membakar dan memusnahkan buku-buku mereka, ini sesungguhnya menjadi hukuman bagi mereka, juga untuk menolak kerusakan yang timbul akibat perhatian manusia terhadap buku-buku mereka dan membacanya sehingga membahayakan (keyakinan dan prinsip) mereka dalam agama mereka. Hal ini telah diperintahkan oleh Salafus Shalih bahkan mereka sangat mendorong ummat untuk melakukannya.”

Faidah Dan Pelajaran Yang Dapat Diambil

Muhammad bin Sirrin mengatakan : “Sebenarnya ‘Imran bin Haththan adalah seorang tokoh Ahlus Sunnah Wal Jamaah, kemudian ia menikah dengan seorang wanita Khawarij dengan cara madzhab Khawarij, katanya : ‘Saya menikahinya agar dapat membimbingnya.’ Namun ternyata wanita itu akhirnya justeru menyesatkannya, lalu sesudah itu iapun menjadi salah satu tokoh Khawarij.” (As Siyar 4/214)

Fatwa Imam Malik rahimahullah

Imam Malik, Imam Darul Hijrah, menyatakan : “Tidak boleh menyewakan kitab-kitab Ahlul Ahwa’ (pengekor hawa nafsu) dan Ahlul Bid’ah sedikitpun.” (Jami’ Bayanil Ilmi 2/942 tahqiq Abul Asybal Az Zuhairi)

Dari penjelasan yang telah disebutkan ini, maka jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya Manhaj Salafus Shalih dalam berurusan dengan buku-buku bid’ah tegak dengan kokoh di atas pemahaman yang dalam terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh buku-buku tersebut.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

“Barangsiapa yang berbuat curang terhadap kami, bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim Syarh An Nawawi 4/282. At Tirmidzi dalam Tuhfah 4/544)

Beliau menyatakan demikian dalam perkara jual beli, maka bagaimana pula dengan orang-orang yang menipu (berbuat curang) terhadap ummat ini dalam ‘aqidah dan pokok-pokok agamanya. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa peringatan kepada manusia agar mereka menjauhi buku-buku Ahlul Bid’ah itu lebih diutamakan dan didahulukan dari yang lainnya.

Akhir dari pembahasan ini, tidak lupa saya tunjukkan apa yang telah dilakukan oleh Yang Mulia Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berupa penjelasan beliau mengenai buku-buku Ahlul Ahwa’ di jaman ini yang semuanya penuh dengan kesesatan dalam ‘aqidah dan Manhaj. Anda akan dapati semua itu dalam karya-karya beliau seperti Adlwa’ul Islamiyah ‘ala ‘Aqidati Sayyid Quthb, Membongkar Pandangan Al Ghazali Terhadap As Sunnah dan Ahlus Sunnah, dan Jama’ah Wahidah La Jama’at Wa Shirath Wahidah Laa ‘Asyarat, dan lain-lain.

Dikumpulkan oleh Abu Ibrahim Muhammad bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Mani’ Al Anasi Al Atsari. Semoga Allah memberi taufiq kepada penyusun, penterjemah, dan pemeriksa serta para pembaca sekalian agar dapat istiqamah di atas Al Haq, Amiin.

Manhaj Salaf Dalam Mensikapi Buku-Buku Ahlul Bid’ah
PLEASE SUBSCRIBE GAN CHANNEL KAMI.!!!

thanks if u comments

Back To Top