pengertian laporan keuangan menurut psak adalah sbb :
PSAK adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. PSAK digunakan sebagai pedoman akuntan untuk membuat laporan keuangan.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut ‘laporan keuangan’ agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain. Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.
Ruang Lingkup
02. Entitas menerapkan Pernyataan ini dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Pernyataan ini tidak berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas syariah.
03. PSAK lainnya mengatur persyaratan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi tertentu dan peristiwa lainnya.
04. Pernyataan ini tidak diterapkan bagi struktur dan isi laporan keuangan interim ringkas yang disusun sesuai dengan PSAK 3: Laporan Keuangan Interim. Namun, paragraf 13- 33 diterapkan bagi laporan keuangan interim tersebut. Pernyataan ini berlaku bagi seluruh entitas, termasuk entitas yang menyajikan laporan keuangan konsolidasian dan laporan keuangan terpisah sebagaimana diatur dalam PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasi.
Definisi
05. Berikut adalah istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Laporan keuangan bertujuan umum (selanjutnya disebut sebagai ’laporan keuangan’) adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.
Ketidakpraktisan. Penerapan suatu persyaratan dianggap tidak praktis jika entitas tidak dapat menerapkannya setelah melakukan usaha yang memadai.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan dan Interpretasi yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, yang terdiri dari:
(a) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK);
(b) Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).
Material. Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat pos-pos laporan keuangan adalah material jika, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamasama, dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat dari kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat tersebut dengan memerhatikan kondisi terkait. Ukuran atau sifat dari pos laporan keuangan tersebut, atau gabungan dari keduanya, dapat menjadi faktor penentu. Penilaian apakah suatu kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat dapat memengaruhi keputusan ekonomi dari pengguna laporan, dan dengan demikian menjadi material, membutuhkan pertimbangan mengenai karakteristik dari masing-masing pengguna laporan tersebut. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 25 menyatakan bahwa ‘pengguna laporan keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.’ Oleh karena itu, penilaian tersebut perlu memerhatikan bagaimana pengguna laporan dengan karakteristik tersebut diharapkan terpengaruh dalam membuat keputusan ekonomi.
Catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendaptan komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas.
Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba rugi dari laporan pendapatan komprehensif sebagaimana dipersyaratkan oleh SAK lainnya.
Pemilik adalah pemegang instrumen yang diklasifikasikan sebagai ekuitas.
Laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain.
Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang direklasifikasi ke bagian laba rugi periode berjalan yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya.
Total laba rugi komprehensif adalah perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya, selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
Komponen pendapatan komprehensif lain meliputi:
(a) perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud);
(b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan paragraf 94 PSAK 24: Imbalan Kerja;
(c) keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 11: Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing);
(d) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali asset keuangan yang dikategorikan sebagai ’tersedia untuk dijual’ (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan danPengukuran);
(e) Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrument lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
Tujuan Laporan Keuangan
07. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.(psak 2009,terbaru) Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
a) aset;
b) laibilitas;
c) ekuitas;
d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan
f) arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis, maka salah satu pertimbangannya adalah dengan melihat dan menganalisis laporan keuangan perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke dalam bentuk angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap.
Dalam kaitannya dengan komponen laporan keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1 (Revisi 2009) tentang penyajian laporan keuangan pada tanggal 15 Desember 2009 yang merupakan revisi dari PSAK 1 tahun 1998. Pada kesempatan ini, akan dipaparkan tentang beberapa perubahan-perubahan yang terkait dengan PSAK 1 tantang penyajian laporan keuangan yang akan dimulai dari istilah-istilah apa saja yang berubah, disusul dengan komponen laporan keuangan yang lengkap, dan bagaimana bentuk penyajian laporan keuangan, dan alasan mengapa pos luar biasa (extraordinary items) tidak diperbolehkan lagi disajikan dalam laporan keuangan.
2. Istilah dan Perubahan Istilah
Dalam PSAK 1 (Revisi 2009) terdapat beberapa istilah baru yang diungkap dan terdapat juga beberapa istilah yang telah berubah jika dibandingkan dengan PSAK 1 tahun 1998. Istilah-istilah baru yang diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 2009), yang sebelumnya tidak diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 1998), adalah:
catatan atas laporan keuangan
laba atau rugi
laporan keuangan bertujuan umum
material
pemilik
pendapatan komprehensif lain
penyesuaian reklasifikais
standar akuntansi keuangan
tidak praktis
Total Laba rugi komprehansif
Beberapa perubahan istilah diantaranya adalah
Penggantian istilah “kewajiban” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “liabilitas” pada PSAK 1 (Revisi 2009).
Penggantian istilah “aktiva” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “aset” pada PSAK 1 (Revisi 2009).
Penggantian istilah “neraca” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “laporan posisi keuangan” pada PSAK 1 (Revisi 2009)
Satu hal penting dalam kaitannya dengan istilah, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah “Pos Luar Biasa”, sedangkan PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut. Pertanyaannya adalah, mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi ada? Sayangnya, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak menjelaskan alasan mengapa pos luar biasa dihilangkan. Alasan akan hal ini berdasar pandangan penulis akan dibahas pada bagian 5.
3. Komponen Laporan Keuangan Lengkap
Berdasar pada PSAK 1 (Revisi 2009), komponen laporan keuangan lengkap mengalami perubahan dari yang tadinya hanya mencakup lima item, sekarang mencakup enam item. Berdasar PSAK 1 (Revisi 1998), komponen laporan keuangan lengkap meliputi:
1 neraca,
2 laporan laba rugi,
3 laporan perubahan ekuitas,
4 laporan arus kas, dan
5 catatan atas laporan keuangan.
Sedangkan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang disahkan pada tanggal 15 Desember 2009 dan mulai yang efektif berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut ini :
1 laporan posisi keuangan pada akhir periode
2 laporan laba rugi komprehensif selama periode
3 laporan perubahan ekuitas selama periode
4 laporan arus kas selama periode
5 catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan
6 laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Jika kita bandingkan antara PSAK 1 (Revisi 1998) dengan PSAK No. 1 (Revisi 2009), terkait komponen laporan keuangan, maka terdapat dua perbedaan utama yaitu:
perubahan pada laporan laba rugi, dimana sebelumnya hanya mensyaratkan laporan laba rugi, sekarang harus menyajikan laporan laba rugi komprehensif
PSAK 1 (Revisi 1998) tidak mensyaratkan adanya laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Perlu ditekankan bahwa antara laporan laba rugi dengan laporan laba rugi komprehensif memiliki perbedaan. Laporan laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain. Sedangkan laporan laba rugi komprehensif termasuk didalamnya laporan laba rugi dan pendapatan komprehensif. Pendapatan komprehensif mencakup (paragraf 7):
perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16 (Revisi 2007): Aset Tetap dan PSAK 19 (Revisi 2009): Aset Tidak Berwujud)
keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja
keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 10 (Revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing)
keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai ‘tersedia untuk dijual’ (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran)
4. Penyajian Laporan Keuangan
Penyajian laporan keuangan yang dituangkan dalam PSAK No.1 merupakan adopsi dari IAS 1 Presentation of Financial Statements (2009). Terdapat beberapa perbedaan berdasar PSAK 1 (Revisi 2009) dengan PSAK 1 (Revisi 1998). Beberapa perbedaan terkait penyajian laporan keuangan di antaranya:
Dalam paragraf 9 PSAK 1 (Revisi 2009), laporan keuangan menyajikan beberapa informasi mengenai entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, serta arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban, serta arus kas.
PSAK 1 (Revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.
Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) tidak memperkenankan penyajian “pos luar biasa” dalam laporan laba rugi komprehensif (akan dibahas spada bagian berikutnya).
Dalam paragraf 78 PSAK 1 (Revisi 2009) mensyaratkan bahwa seluruh pos penghasilan dan beban yang diakui dalam satu periode dapat disajikan dengan dengan memilih salah satu format berikut:
Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif, atau
Dalam bentuk dua laporan, yaitu:
i. Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah), dan
ii. Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan laba rugi komprehensif)
5. Mengapa Pos Luar Biasa (Extraordinary Items) Dihilangkan?
Tidak kita pungkiri bahwa sudah menjadi perdebatan sejak lama tentang apa yang harus dimasukkan dalam net income, apakah hanya kegiatan yang berasal dari aktivitas operasi ataukah juga memasukkan kegiatan yang berasal dari aktivitas tidak biasa (irregular items). Isu ini sangat penting mengingat tidak sedikit jumlah irregular item yang dilaporkan oleh entitas.[1] Berdasarkan pendekatan modified all inclusive concept, perusahaan dapat melaporkan irregular items sebagai bagian dari net income-nya. Salah satu irregular items adalah pos luar biasa (extraordinary items)
Secara konsep, pos luar biasa merupakan transaksi dan kejadian yang tidak berulang yang berbeda secara signifikan dari kegiatan normal perusahaan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian dikatakan luar biasa harus dikaitkan dengan kegiatan normal perusahaan atau dikaitkan dengan karakteristik perusahaan. Sebagai contoh, kerugian akibat terjadinya gempa bagi perusahaan yang terletak di negara Jepang (sering dilanda gempa) akan menjadi kejadian yang biasa saja, tetapi kerugian yang diderita oleh perusahaan di Indonesia (yang jarang terjadi gempa) dapat dikatakan sebagai kejadian yang luar biasa. Ini mengandung makna kriteria “luar biasa” akan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahana lainnya sehingga perlu menetapkan suatu kriteria untuk dapat mengkategorikan suatu kejadian masuk dalam “pos luar biasa”.
Suatu aktivitas dikategorikan sebagai pos luar biasa jika memenuhi 2 persyaratan berikut:
Bersifat tidak normal; kejadian atau transaksi yang bersangkutan memiliki tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan normal perusahaan.
Tidak sering terjadi; kejadian atau transaksi yang bersangkutan tidak sering terjadi dalam kegiatan normal perusahaan.
Sebagai pertimbangan lain, untuk menentukan apakah peristiwa atau transaksi dikatagorikan sebagai pos luar biasa maka entitas perlu mempertimbangkan lingkungan tempat entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh Weyerhaeuser Company (forest and lumber) memasukan pos luar biasa atas terjadinya aktivitas volkanik pada gunung St. Helens sejumlah $36 juta. Erupsi volkanik ini menghancurkan logistik, bangunan, equipment, sistem transportasi, dan kayu. Bagi Weyerhaeuser Company kerugian yang ditimbukan oleh aktivitas volkanik tersebut sangat jarang terjadi dan bersifat tidak normal sehingga dapat diklasifikasikan sebagai extraordinary items, tetapi mungkin saja bagi perusahaan lain yang terletak didaerah rawan terjadinya aktivitas volkanik, kerugian sebagai akibat adanya aktivitas volkanik tidak dapat dikatagorikan sebagai extraordinary items.
Dalam kaitannya dengan pos luar biasa, Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) Tidak diperkenankan lagi penyajian pos-pos penghasilan dan beban sebagai “pos luar biasa” dalam laporan laba rugi komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), atau catatan atas laporan keuangan. Aturan ini menunjukkan bahwa memang standar kita sudah tidak lagi memperkenankan disajikannya pos luar biasa dalam laporan keuangan. sebelumnya, penyajian pos luar biasa dalam laporan laba rugi perusahaan diatur berdasarkan PSAK No. 25 mengenai ‘Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi’, paragraf 10 – 14.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi disajikan dalam laporan keuangan? Jika melihat ke belakang ketika terjadi tragedi serangan teroris di Amerika tanggal 11 september 2001 dan peristiwa terjadinya badai Katrina tahun 2005, seluruh media di Amerika mengkatagorikan dua peristiwa tersebut sebagai “extraordinary.” Namun FASB’s Emerging Issues Task Forces (EITF) menyatakan bahwa melampirkan kerugian yang berasal dari kejadian tanggal 11 September akan menjadi tidak efektif dalam mengkomunikasikan akibat dari adanya serangan tanggal 11 September sehingga hal ini bertentangan dengan tujuan luas dari disediakannya laporan keuangan yaitu mengkomunikasikan secara efektif dan jelas (informasi laporan keuangan). Alasan lain yang dikemukakan oleh EITF adalah sulitnya “menangkap” akibat-akibat finansial dari serangan teroris pada satu item laporan keuangan. Sementara menurut IAS, dikeluarkannya extraordinary items dari laporan keuangan karena terdapat kesulitan dalam memisahkan efek-efek finansial dari satu kejadian dengan kejadian lain secara objektif.
Secara umum, alasan eliminasi extraordinary items dari laporan keuangan dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Terdapat kesuliatan untuk menentukan apakah suatu peristiwa/transaksi dapat dikatagorkan sebagai pos luar biasa. Hal ini disebabkan karena kriteria penentuan pos luar biasa masih membutuhkan judgement.
2) Terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial yang terjadi karena adanya serangan teroris dengan efek finansial yang terjadi karena adanya kegiatan ekonomi yang lemah sebelum terjadinya serangan teroris. Dengan kata lain, terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial akibat adanya kejadian yang diduga sebagai extraordinary dengan kejadian lain sebelum adanya extraordinary.
3) Memisahkan kos yang termasuk dalam extraordinary item dengan yang tidak termasuk dalam extraordinary items bukan saja merupakan hal yang tidak praktis[2] , tetapi juga merupakan hal yang tdak berguna bagi pengguna laporan keuangan yang berfokus pada informasi yang dapat membantu prediksi future earnings dan akibat cash flow dari adanya kejadian–kejadian tersebut. Sehingga udaha untuk memisahkan kos dalam ordinary atau extraordinary akan menghalangi (bukan meningkatkan) komunikasi informasi keuangan
4) Salah satu katagori extraordinary items adalah tidak sering terjadi (infrequently in practice) sehingga karena tidak sering terjadi makan sebaiknya dieliminasi.
Secara umum penulis sependapat dengan Massoud et al. (2007) bahwa memang sudah saatnya extraordinary items dihilangkan karena telah cukup lama manfaat dari disajikannya extraordinary item menjadi tidak jelas. Mengapa? Dengan mengklasifikasikan suatu kejadian dalam extraordinary items tidak akan mengubah efek bottom-line atas kejadian tersebut terhadap organisasi, karena extraordinary items hanya sebagian kecil dari semua pos yang ada dalam kaporan keuangan yang bisa dijadikan pertimbangan organisasi.
(Oleh: Yeni Januarsi)
PSAK adalah standar yang digunakan untuk pelaporan keuangan di Indonesia. PSAK digunakan sebagai pedoman akuntan untuk membuat laporan keuangan.
PENDAHULUAN
Tujuan
01. Pernyataan ini menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut ‘laporan keuangan’ agar dapat dibandingkan baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain. Pernyataan ini mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.
Ruang Lingkup
02. Entitas menerapkan Pernyataan ini dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Pernyataan ini tidak berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas syariah.
03. PSAK lainnya mengatur persyaratan pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi tertentu dan peristiwa lainnya.
04. Pernyataan ini tidak diterapkan bagi struktur dan isi laporan keuangan interim ringkas yang disusun sesuai dengan PSAK 3: Laporan Keuangan Interim. Namun, paragraf 13- 33 diterapkan bagi laporan keuangan interim tersebut. Pernyataan ini berlaku bagi seluruh entitas, termasuk entitas yang menyajikan laporan keuangan konsolidasian dan laporan keuangan terpisah sebagaimana diatur dalam PSAK 4: Laporan Keuangan Konsolidasi.
Definisi
05. Berikut adalah istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Laporan keuangan bertujuan umum (selanjutnya disebut sebagai ’laporan keuangan’) adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan.
Ketidakpraktisan. Penerapan suatu persyaratan dianggap tidak praktis jika entitas tidak dapat menerapkannya setelah melakukan usaha yang memadai.
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah Pernyataan dan Interpretasi yang disusun oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, yang terdiri dari:
(a) Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK);
(b) Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK).
Material. Kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat pos-pos laporan keuangan adalah material jika, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamasama, dapat memengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Materialitas tergantung pada ukuran dan sifat dari kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat tersebut dengan memerhatikan kondisi terkait. Ukuran atau sifat dari pos laporan keuangan tersebut, atau gabungan dari keduanya, dapat menjadi faktor penentu. Penilaian apakah suatu kelalaian dalam mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat dapat memengaruhi keputusan ekonomi dari pengguna laporan, dan dengan demikian menjadi material, membutuhkan pertimbangan mengenai karakteristik dari masing-masing pengguna laporan tersebut. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 25 menyatakan bahwa ‘pengguna laporan keuangan diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.’ Oleh karena itu, penilaian tersebut perlu memerhatikan bagaimana pengguna laporan dengan karakteristik tersebut diharapkan terpengaruh dalam membuat keputusan ekonomi.
Catatan atas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendaptan komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas.
Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pospos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.
Pendapatan komprehensif lain berisi pos-pos pendapatan dan beban (termasuk penyesuaian reklasifikasi) yang tidak diakui dalam laba rugi dari laporan pendapatan komprehensif sebagaimana dipersyaratkan oleh SAK lainnya.
Pemilik adalah pemegang instrumen yang diklasifikasikan sebagai ekuitas.
Laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain.
Penyesuaian reklasifikasi adalah jumlah yang direklasifikasi ke bagian laba rugi periode berjalan yang sebelumnya diakui dalam pendapatan komprehensif lain pada periode berjalan atau periode sebelumnya.
Total laba rugi komprehensif adalah perubahan ekuitas selama satu periode yang dihasilkan dari transaksi dan peristiwa lainnya, selain perubahan yang dihasilkan dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik
Komponen pendapatan komprehensif lain meliputi:
(a) perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud);
(b) keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan paragraf 94 PSAK 24: Imbalan Kerja;
(c) keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 11: Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing);
(d) keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali asset keuangan yang dikategorikan sebagai ’tersedia untuk dijual’ (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan danPengukuran);
(e) Bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrument lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55: Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
Tujuan Laporan Keuangan
07. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.(psak 2009,terbaru) Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi:
a) aset;
b) laibilitas;
c) ekuitas;
d) pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian;
e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;dan
f) arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis, maka salah satu pertimbangannya adalah dengan melihat dan menganalisis laporan keuangan perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah satu media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke dalam bentuk angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan komponen-komponen laporan keuangan yang lengkap.
Dalam kaitannya dengan komponen laporan keuangan, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1 (Revisi 2009) tentang penyajian laporan keuangan pada tanggal 15 Desember 2009 yang merupakan revisi dari PSAK 1 tahun 1998. Pada kesempatan ini, akan dipaparkan tentang beberapa perubahan-perubahan yang terkait dengan PSAK 1 tantang penyajian laporan keuangan yang akan dimulai dari istilah-istilah apa saja yang berubah, disusul dengan komponen laporan keuangan yang lengkap, dan bagaimana bentuk penyajian laporan keuangan, dan alasan mengapa pos luar biasa (extraordinary items) tidak diperbolehkan lagi disajikan dalam laporan keuangan.
2. Istilah dan Perubahan Istilah
Dalam PSAK 1 (Revisi 2009) terdapat beberapa istilah baru yang diungkap dan terdapat juga beberapa istilah yang telah berubah jika dibandingkan dengan PSAK 1 tahun 1998. Istilah-istilah baru yang diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 2009), yang sebelumnya tidak diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 1998), adalah:
catatan atas laporan keuangan
laba atau rugi
laporan keuangan bertujuan umum
material
pemilik
pendapatan komprehensif lain
penyesuaian reklasifikais
standar akuntansi keuangan
tidak praktis
Total Laba rugi komprehansif
Beberapa perubahan istilah diantaranya adalah
Penggantian istilah “kewajiban” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “liabilitas” pada PSAK 1 (Revisi 2009).
Penggantian istilah “aktiva” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “aset” pada PSAK 1 (Revisi 2009).
Penggantian istilah “neraca” pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi “laporan posisi keuangan” pada PSAK 1 (Revisi 2009)
Satu hal penting dalam kaitannya dengan istilah, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak lagi memperkenankan penggunaan istilah “Pos Luar Biasa”, sedangkan PSAK 1 (1998) masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut. Pertanyaannya adalah, mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi ada? Sayangnya, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak menjelaskan alasan mengapa pos luar biasa dihilangkan. Alasan akan hal ini berdasar pandangan penulis akan dibahas pada bagian 5.
3. Komponen Laporan Keuangan Lengkap
Berdasar pada PSAK 1 (Revisi 2009), komponen laporan keuangan lengkap mengalami perubahan dari yang tadinya hanya mencakup lima item, sekarang mencakup enam item. Berdasar PSAK 1 (Revisi 1998), komponen laporan keuangan lengkap meliputi:
1 neraca,
2 laporan laba rugi,
3 laporan perubahan ekuitas,
4 laporan arus kas, dan
5 catatan atas laporan keuangan.
Sedangkan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang disahkan pada tanggal 15 Desember 2009 dan mulai yang efektif berlaku untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan yang lengkap harus meliputi komponen-komponen berikut ini :
1 laporan posisi keuangan pada akhir periode
2 laporan laba rugi komprehensif selama periode
3 laporan perubahan ekuitas selama periode
4 laporan arus kas selama periode
5 catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan lain; dan
6 laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Jika kita bandingkan antara PSAK 1 (Revisi 1998) dengan PSAK No. 1 (Revisi 2009), terkait komponen laporan keuangan, maka terdapat dua perbedaan utama yaitu:
perubahan pada laporan laba rugi, dimana sebelumnya hanya mensyaratkan laporan laba rugi, sekarang harus menyajikan laporan laba rugi komprehensif
PSAK 1 (Revisi 1998) tidak mensyaratkan adanya laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Perlu ditekankan bahwa antara laporan laba rugi dengan laporan laba rugi komprehensif memiliki perbedaan. Laporan laba rugi adalah total pendapatan dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif lain. Sedangkan laporan laba rugi komprehensif termasuk didalamnya laporan laba rugi dan pendapatan komprehensif. Pendapatan komprehensif mencakup (paragraf 7):
perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16 (Revisi 2007): Aset Tetap dan PSAK 19 (Revisi 2009): Aset Tidak Berwujud)
keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja
keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan dari entitas asing (lihat PSAK 10 (Revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing)
keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang dikategorikan sebagai ‘tersedia untuk dijual’ (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran)
4. Penyajian Laporan Keuangan
Penyajian laporan keuangan yang dituangkan dalam PSAK No.1 merupakan adopsi dari IAS 1 Presentation of Financial Statements (2009). Terdapat beberapa perbedaan berdasar PSAK 1 (Revisi 2009) dengan PSAK 1 (Revisi 1998). Beberapa perbedaan terkait penyajian laporan keuangan di antaranya:
Dalam paragraf 9 PSAK 1 (Revisi 2009), laporan keuangan menyajikan beberapa informasi mengenai entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, serta arus kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam laporan keuangan meliputi: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban, serta arus kas.
PSAK 1 (Revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.
Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) tidak memperkenankan penyajian “pos luar biasa” dalam laporan laba rugi komprehensif (akan dibahas spada bagian berikutnya).
Dalam paragraf 78 PSAK 1 (Revisi 2009) mensyaratkan bahwa seluruh pos penghasilan dan beban yang diakui dalam satu periode dapat disajikan dengan dengan memilih salah satu format berikut:
Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif, atau
Dalam bentuk dua laporan, yaitu:
i. Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah), dan
ii. Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan laba rugi komprehensif)
5. Mengapa Pos Luar Biasa (Extraordinary Items) Dihilangkan?
Tidak kita pungkiri bahwa sudah menjadi perdebatan sejak lama tentang apa yang harus dimasukkan dalam net income, apakah hanya kegiatan yang berasal dari aktivitas operasi ataukah juga memasukkan kegiatan yang berasal dari aktivitas tidak biasa (irregular items). Isu ini sangat penting mengingat tidak sedikit jumlah irregular item yang dilaporkan oleh entitas.[1] Berdasarkan pendekatan modified all inclusive concept, perusahaan dapat melaporkan irregular items sebagai bagian dari net income-nya. Salah satu irregular items adalah pos luar biasa (extraordinary items)
Secara konsep, pos luar biasa merupakan transaksi dan kejadian yang tidak berulang yang berbeda secara signifikan dari kegiatan normal perusahaan. Untuk menentukan apakah suatu kejadian dikatakan luar biasa harus dikaitkan dengan kegiatan normal perusahaan atau dikaitkan dengan karakteristik perusahaan. Sebagai contoh, kerugian akibat terjadinya gempa bagi perusahaan yang terletak di negara Jepang (sering dilanda gempa) akan menjadi kejadian yang biasa saja, tetapi kerugian yang diderita oleh perusahaan di Indonesia (yang jarang terjadi gempa) dapat dikatakan sebagai kejadian yang luar biasa. Ini mengandung makna kriteria “luar biasa” akan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahana lainnya sehingga perlu menetapkan suatu kriteria untuk dapat mengkategorikan suatu kejadian masuk dalam “pos luar biasa”.
Suatu aktivitas dikategorikan sebagai pos luar biasa jika memenuhi 2 persyaratan berikut:
Bersifat tidak normal; kejadian atau transaksi yang bersangkutan memiliki tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak mempunyai hubungan dengan kegiatan normal perusahaan.
Tidak sering terjadi; kejadian atau transaksi yang bersangkutan tidak sering terjadi dalam kegiatan normal perusahaan.
Sebagai pertimbangan lain, untuk menentukan apakah peristiwa atau transaksi dikatagorikan sebagai pos luar biasa maka entitas perlu mempertimbangkan lingkungan tempat entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh Weyerhaeuser Company (forest and lumber) memasukan pos luar biasa atas terjadinya aktivitas volkanik pada gunung St. Helens sejumlah $36 juta. Erupsi volkanik ini menghancurkan logistik, bangunan, equipment, sistem transportasi, dan kayu. Bagi Weyerhaeuser Company kerugian yang ditimbukan oleh aktivitas volkanik tersebut sangat jarang terjadi dan bersifat tidak normal sehingga dapat diklasifikasikan sebagai extraordinary items, tetapi mungkin saja bagi perusahaan lain yang terletak didaerah rawan terjadinya aktivitas volkanik, kerugian sebagai akibat adanya aktivitas volkanik tidak dapat dikatagorikan sebagai extraordinary items.
Dalam kaitannya dengan pos luar biasa, Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) Tidak diperkenankan lagi penyajian pos-pos penghasilan dan beban sebagai “pos luar biasa” dalam laporan laba rugi komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), atau catatan atas laporan keuangan. Aturan ini menunjukkan bahwa memang standar kita sudah tidak lagi memperkenankan disajikannya pos luar biasa dalam laporan keuangan. sebelumnya, penyajian pos luar biasa dalam laporan laba rugi perusahaan diatur berdasarkan PSAK No. 25 mengenai ‘Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi’, paragraf 10 – 14.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi disajikan dalam laporan keuangan? Jika melihat ke belakang ketika terjadi tragedi serangan teroris di Amerika tanggal 11 september 2001 dan peristiwa terjadinya badai Katrina tahun 2005, seluruh media di Amerika mengkatagorikan dua peristiwa tersebut sebagai “extraordinary.” Namun FASB’s Emerging Issues Task Forces (EITF) menyatakan bahwa melampirkan kerugian yang berasal dari kejadian tanggal 11 September akan menjadi tidak efektif dalam mengkomunikasikan akibat dari adanya serangan tanggal 11 September sehingga hal ini bertentangan dengan tujuan luas dari disediakannya laporan keuangan yaitu mengkomunikasikan secara efektif dan jelas (informasi laporan keuangan). Alasan lain yang dikemukakan oleh EITF adalah sulitnya “menangkap” akibat-akibat finansial dari serangan teroris pada satu item laporan keuangan. Sementara menurut IAS, dikeluarkannya extraordinary items dari laporan keuangan karena terdapat kesulitan dalam memisahkan efek-efek finansial dari satu kejadian dengan kejadian lain secara objektif.
Secara umum, alasan eliminasi extraordinary items dari laporan keuangan dapat dirangkum sebagai berikut:
1) Terdapat kesuliatan untuk menentukan apakah suatu peristiwa/transaksi dapat dikatagorkan sebagai pos luar biasa. Hal ini disebabkan karena kriteria penentuan pos luar biasa masih membutuhkan judgement.
2) Terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial yang terjadi karena adanya serangan teroris dengan efek finansial yang terjadi karena adanya kegiatan ekonomi yang lemah sebelum terjadinya serangan teroris. Dengan kata lain, terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial akibat adanya kejadian yang diduga sebagai extraordinary dengan kejadian lain sebelum adanya extraordinary.
3) Memisahkan kos yang termasuk dalam extraordinary item dengan yang tidak termasuk dalam extraordinary items bukan saja merupakan hal yang tidak praktis[2] , tetapi juga merupakan hal yang tdak berguna bagi pengguna laporan keuangan yang berfokus pada informasi yang dapat membantu prediksi future earnings dan akibat cash flow dari adanya kejadian–kejadian tersebut. Sehingga udaha untuk memisahkan kos dalam ordinary atau extraordinary akan menghalangi (bukan meningkatkan) komunikasi informasi keuangan
4) Salah satu katagori extraordinary items adalah tidak sering terjadi (infrequently in practice) sehingga karena tidak sering terjadi makan sebaiknya dieliminasi.
Secara umum penulis sependapat dengan Massoud et al. (2007) bahwa memang sudah saatnya extraordinary items dihilangkan karena telah cukup lama manfaat dari disajikannya extraordinary item menjadi tidak jelas. Mengapa? Dengan mengklasifikasikan suatu kejadian dalam extraordinary items tidak akan mengubah efek bottom-line atas kejadian tersebut terhadap organisasi, karena extraordinary items hanya sebagian kecil dari semua pos yang ada dalam kaporan keuangan yang bisa dijadikan pertimbangan organisasi.
(Oleh: Yeni Januarsi)
PLEASE SUBSCRIBE GAN CHANNEL KAMI.!!!
1 komentar:
Anda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com
Nama lengkap:
jumlah pinjaman :
Pinjaman Durasi:
Pendapatan bulanan :
negara:
Seks:
Nomor telepon:
Tanggal lahir :
Terima kasih dan Tuhan memberkati
JULIETOWENLOANCOMPANY
(Julietowenloancompany@gmail.com)
Ibu Juliet
thanks if u comments