Sumber hukum internasional dapat dibedakan juga berdasarkan penggolongannya, yaitu:
1. Perjanjian Internasional
ialah perjanjian yang diadakan anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat tertentu. Perjanjian ini harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Istilah lain untuk perjanjian internasional antara lain : traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant dsb. Dewasa ini hukum internasional cenderung mengatur hukum perjanjian internasional antara organisasi internasional dengan organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan subjek hukum internasional secara tersendiri. Hal ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari organisasi internasional di lapangan ini. Berdasarkan praktik beberapa negara kita dapat membedakan perjanjian internasional itu ke dalam beberapa golongan.
Pada satu pihak terdapat perjanjan internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Di pihak lain perjanjian internasional ada yang hanya melalui dua tahap yakni perundingan dan penandatanganan. Biasanya perjanjian golongan pertama diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat. Mengenai klasifikasi perjanjian internasional terdapat beberapa penggolongan.
Penggolongan yang pertama ialah perbedaan perjanjian internasional dalam dua golongan yakni perjanjian multilateral dan bilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak contohnya perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai masalah dwikewarganegaraan sedangkan multilateral artinya perjanjian antara banyak pihak misalnya Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang. Penggolongan lain yang lebih penting dalam pembahasan hukum internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treaties.
Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian hukum perdata yang haya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Dengan law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak bila dilihat dari pihak yang tidak turut serta dalam perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract. Pada law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang semula tidak turut serta dalam perjanjian karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai semua anggota masyarakat. Apabila ditinjau secara yuridis maka menurut bentuknya setiap perjanjian baik treaty contract maupun law making treaties adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan antara pihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para pesertanya.
Ad 2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui bahwasannya tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis)
Sebagai suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri. Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional dimana hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian internasional yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum.
Ad 3. Prinsip hukum umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Pertama dengan adanya sumber hukum ini mahkamah tidak dapat menyatakan “non liquet” yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.
Berhubungan erat dengan ini ialah bahwa kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat dengan adanya sumber hukum ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini kepada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.
Ad 4.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer.
Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang mengikat.
Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional.
Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
a.Aliran naturalis
Pelopor aliran naturalis adalah Hugo de Groot atau Grotius. Selanjutnya aliran ini dikembangkan oleh Emmerich Vattel seorang ahli hukum danidiplomat dari Swiss. Aliran naturalis berpandangan bahwa hukum itu berasal dari hukum alam. Dalam aliran ini dijelaskan tentang kekuatan mengikat dari hukum internasional yang didasarkan pada hukum alam dari Tuhan. Mengikatnya hukum internasional disebabkan karena keberadaannya sebagai hokum alam yang dianggap mempunyai kedudukan Iebih tinggi dibanding hukum nasional.
b.Aliran positivisme
Aliran ini dipelopori oleh Hans Kelsen. Aliran positivisme mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama dari negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt servada.
2.Sumber Hukum dalam Arti Formal
Brierly berpendapat bahwa sumber hukum intemasional dalam arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan otoritas tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional adalah pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tertanggal 16 Desember 1920. Menurut Starke, tiga sumber hukum yang disebut pertama merupakan sumber hukum utama (primer); sedangkan selebihnya merupakan sumber hukum tambahan (subsider). Uraian berikut memaparkan secara singkat keempat sumber hukum intemasional tersebut. Sumber hukum yang dipakai oleh Mahkamah lnternasional dalarn memutuskan masalah-masalah tersebut tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah lnternasional, yaitu sebagai berikut.
a.Perjanjian internasional (Traktat atau treaty)
Traktat atau treaty adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau Iebih, mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi kepentingan dari mereka yang bersangkutan. Traktat kontrak biasanya berbentuk penanjian antara beberapa negara yang hasil-hasil dari perjanjian tersebut hanya mengikat negaralnegara yang berkepentingan (eksklusif). Jadi, perjanjian tersebut akan menjadi sumber hukum bagi yang menandatangani.
b.Kebiasaan-kebiasaan internasional
Kebiasaan-kebiasaan internasional adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam praktik pergaulan internasionaI._Kebiasaan merupakan adat-istiadat yang sudah memiliki kekuatan hukum, dan kaidah-kaidah tersebut berasal dari adat-istiadat atau praktik-praktiktertentu dalam hubungan antarbangsa yang dikembangkan dalam bidang berikut.
1) Hubungan-hubungan diplomatik antarnegara.
2) Praktik-praktik organisasi internasional.
3) Perundang-undangan negara, keputusan-keputusan pengadilan nasional, praktik-praktik militer, dan administrasi negara.
C.Keputusan pengadilan
Keputusan pengadilan disebut dengan yurisprodensi. Yurisprodensi dapat dijadikan sebagai sumber hukum internasional. Keputusan pengadilan tidak hanya terbatas pada keputusan badan peradilan intemasional, namun termasuk juga keputusan badan peradilan nasional negara-negara.
d.Doktrin (pendapat para ahli)
Pendapat-pendapat para ahli yang terkemuka merupakan salah satu sumber hokum intemasional. Dalam penyidikan suatu perkara, sering tidak ditemukan adanya norma hokum yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Maka dari itu, untuk menyelesaikan perkara tersebut hakim menggunakan salah satu pendapat dari para ahli yang telah menjadi sumber hukum dan diterima oleh masyarakat internasional.
a. penggolongan menurut pendapat sarjana hukum Internasional, yaitu meliputi
1. Kebiasaan
2. Traktat
3. Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase
4. Karya-karya Hukum
5. Keputusan atau Ketetapan Organ-organ/lembaga Internasional
b. Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta MAhkamah Internasional
Sumber HUkum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari :
1. Perjanjian Internasional (International Conventions)
2. Kebiasaan International (International Custom)
3. Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara eradab.
Perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum utama atau primer dari hukum internasional adalah perjanjian internasional (treaty) baik berbentuk law making treaty maupun yang berbentuk treaty contract. Law making treaty artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum internasional yang berlaku umum. Misalnya, Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler. Adapun treaty contract artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan internasional
yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut.
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif karena lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur pula hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional (antarnegara). Dalam membuat suatu perjanjian internasional, hal yang paling penting adalah adanya kesadaran
tiap-tiap pihak pembuat perjanjian untuk secara etis normatif mematuhinya.
ialah perjanjian yang diadakan anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat tertentu. Perjanjian ini harus diadakan oleh subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Istilah lain untuk perjanjian internasional antara lain : traktat (treaty), pakta (pact), konvensi (convention), piagam (statute), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus vivendi, covenant dsb. Dewasa ini hukum internasional cenderung mengatur hukum perjanjian internasional antara organisasi internasional dengan organisasi internasional atau antara organisasi internasional dengan subjek hukum internasional secara tersendiri. Hal ini disebabkan oleh perkembangan yang pesat dari organisasi internasional di lapangan ini. Berdasarkan praktik beberapa negara kita dapat membedakan perjanjian internasional itu ke dalam beberapa golongan.
Pada satu pihak terdapat perjanjan internasional yang diadakan menurut tiga tahap pembentukan yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Di pihak lain perjanjian internasional ada yang hanya melalui dua tahap yakni perundingan dan penandatanganan. Biasanya perjanjian golongan pertama diadakan untuk hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat. Mengenai klasifikasi perjanjian internasional terdapat beberapa penggolongan.
Penggolongan yang pertama ialah perbedaan perjanjian internasional dalam dua golongan yakni perjanjian multilateral dan bilateral. Perjanjian bilateral artinya perjanjian antara dua pihak contohnya perjanjian antara Republik Indonesia dengan RRC mengenai masalah dwikewarganegaraan sedangkan multilateral artinya perjanjian antara banyak pihak misalnya Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai perlindungan korban perang. Penggolongan lain yang lebih penting dalam pembahasan hukum internasional sebagai sumber hukum formal ialah penggolongan perjanjian dalam treaty contract dan law making treaties.
Dengan treaty contract dimaksudkan perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian hukum perdata yang haya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Dengan law making treaties dimaksudkan perjanjian yang meletakan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Perbedaan antara treaty contract dan law making treaties jelas nampak bila dilihat dari pihak yang tidak turut serta dalam perundingan yang melahirkan perjanjian tersebut. Pihak ketiga umumnya tidak dapat turut serta dalam treaty contract. Pada law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang semula tidak turut serta dalam perjanjian karena yang diatur dalam perjanjian itu merupakan masalah umum yang mengenai semua anggota masyarakat. Apabila ditinjau secara yuridis maka menurut bentuknya setiap perjanjian baik treaty contract maupun law making treaties adalah suatu contract yaitu suatu perjanjian atau persetujuan antara pihak yang mengadakannya dan yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban bagi para pesertanya.
Ad 2. Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional ialah kebiasaan internasional yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Perlu diketahui bahwasannya tidak semua kebiasaan internasional dapat menjadi sumber hukum. Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan internasional itu merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
1. harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum (material)
2. kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum (psikologis)
Sebagai suatu sumber hukum kebiasaan internasional tidak berdiri sendiri. Kebiasaan internasional erat hubungannya dengan perjanjian internasional dimana hubungan ini adalah hubungan timbal balik. Perjanjian internasional yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama dapat menimbulkan suatu kebiasaan dan menciptakan lembaga hukum.
Ad 3. Prinsip hukum umum
Asas hukum umum ialah asas hukum yang mendasari sistem hukum modern yaitu sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar didasarkan atas asas dan lembaga hukum Romawi. Menurut Pasal 38 ayat (1) asas hukum umum merupakan suatu sumber hukum formal utama yang berdiri sendiri di samping kedua sumber hukum yang telah disebut di muka yaitu perjanjian internasional dan kebiasaan. Adanya asas hukum umum sebagai sumber hukum primer tersendiri sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum internasional sebagai sistem hukum positif. Pertama dengan adanya sumber hukum ini mahkamah tidak dapat menyatakan “non liquet” yakni menolak mengadili perkara karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.
Berhubungan erat dengan ini ialah bahwa kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum baru diperkuat dengan adanya sumber hukum ini. Keleluasaan bergerak yang diberikan oleh sumber hukum ini kepada mahkamah dalam membentuk hukum baru sangat berfaedah bagi perkembangan hukum internasional.
Ad 4.Sumber hukum tambahan : keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana terkemuka di dunia.
Lain dengan sumber utama yang telah dijelaskan di atas, keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana hanya merupakan sumber subsider atau sumber tambahan. Artinya keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer.
Keputusan pengadilan dan pendapat para sarjana itu sendiri tidak mengikat artinya tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum. Keputusan Mahkamah Internasional sendiri tidak mengikat selain bagi perkara yang bersangkutan, maka “a fortion” keputusan pengadilan lainnya tidak mungkin mempunyai keputusan yang mengikat.
Walaupun keputusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan yang mengikat namun keputusan pengadilan internasional, terutama Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice), Mahkamah Internasional (Iternational Court of Justice), Mahkamah Arbitrase Permanen (Permanent Court Arbtration) mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan hukum intersional.
Mengenai sumber hukum tambahan yang kedua yaitu ajaran para sarjana hukum terkemuka dapat dikatakan bahwa penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh sarjana terkemuka sering dapat dipakai sebagai pegangan atau pedoman untuk menemukan apa yang menjadi hukum internasional walaupun ajaran para sarjana itu sendiri tidak menimbulkan hukum.
a.Aliran naturalis
Pelopor aliran naturalis adalah Hugo de Groot atau Grotius. Selanjutnya aliran ini dikembangkan oleh Emmerich Vattel seorang ahli hukum danidiplomat dari Swiss. Aliran naturalis berpandangan bahwa hukum itu berasal dari hukum alam. Dalam aliran ini dijelaskan tentang kekuatan mengikat dari hukum internasional yang didasarkan pada hukum alam dari Tuhan. Mengikatnya hukum internasional disebabkan karena keberadaannya sebagai hokum alam yang dianggap mempunyai kedudukan Iebih tinggi dibanding hukum nasional.
b.Aliran positivisme
Aliran ini dipelopori oleh Hans Kelsen. Aliran positivisme mendasarkan berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama dari negara-negara ditambah dengan asas pacta sunt servada.
2.Sumber Hukum dalam Arti Formal
Brierly berpendapat bahwa sumber hukum intemasional dalam arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan otoritas tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional adalah pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tertanggal 16 Desember 1920. Menurut Starke, tiga sumber hukum yang disebut pertama merupakan sumber hukum utama (primer); sedangkan selebihnya merupakan sumber hukum tambahan (subsider). Uraian berikut memaparkan secara singkat keempat sumber hukum intemasional tersebut. Sumber hukum yang dipakai oleh Mahkamah lnternasional dalarn memutuskan masalah-masalah tersebut tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah lnternasional, yaitu sebagai berikut.
a.Perjanjian internasional (Traktat atau treaty)
Traktat atau treaty adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau Iebih, mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi kepentingan dari mereka yang bersangkutan. Traktat kontrak biasanya berbentuk penanjian antara beberapa negara yang hasil-hasil dari perjanjian tersebut hanya mengikat negaralnegara yang berkepentingan (eksklusif). Jadi, perjanjian tersebut akan menjadi sumber hukum bagi yang menandatangani.
b.Kebiasaan-kebiasaan internasional
Kebiasaan-kebiasaan internasional adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam praktik pergaulan internasionaI._Kebiasaan merupakan adat-istiadat yang sudah memiliki kekuatan hukum, dan kaidah-kaidah tersebut berasal dari adat-istiadat atau praktik-praktiktertentu dalam hubungan antarbangsa yang dikembangkan dalam bidang berikut.
1) Hubungan-hubungan diplomatik antarnegara.
2) Praktik-praktik organisasi internasional.
3) Perundang-undangan negara, keputusan-keputusan pengadilan nasional, praktik-praktik militer, dan administrasi negara.
C.Keputusan pengadilan
Keputusan pengadilan disebut dengan yurisprodensi. Yurisprodensi dapat dijadikan sebagai sumber hukum internasional. Keputusan pengadilan tidak hanya terbatas pada keputusan badan peradilan intemasional, namun termasuk juga keputusan badan peradilan nasional negara-negara.
d.Doktrin (pendapat para ahli)
Pendapat-pendapat para ahli yang terkemuka merupakan salah satu sumber hokum intemasional. Dalam penyidikan suatu perkara, sering tidak ditemukan adanya norma hokum yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan perkara tersebut. Maka dari itu, untuk menyelesaikan perkara tersebut hakim menggunakan salah satu pendapat dari para ahli yang telah menjadi sumber hukum dan diterima oleh masyarakat internasional.
PLEASE SUBSCRIBE GAN CHANNEL KAMI.!!!
thanks if u comments